Bab 98 - Cerita Rahasia: Konferensi Super Kartu Guild 2




Tempat itu segera diselimuti ketegangan begitu Dewi menitahkan kata-kata tersebut.

「Masuk ke poinnya.... Maksudmu orang itu?」 (Dewi Bumi)

「Orang itu ya....」 (Dewi Perang)

「Benar-benar gigih....」 (Dewi Laut)

Semuanya di tempat ini mengingat hal yang sama dan menghela napas pada waktu yang sama.

「Kebenarannya kita, empat pilar dewi telah berkumpul.... yang tersisa hanya gadis itu, ya....」 (Dewi)

「Yah, ini adalah tugas yang mustahil untuk kita dan kita tidak bisa secara langsung ikut campur juga....」 (Dewi Perang)

「Kita juga kemungkinan besar akan kalah dalam sembilan dari sepuluh hal....」 (Dewi Bumi)

「Kurasa juga begitu....」 (Dewi Laut)

「Aku tidak mengiranya, orang itu akan sanggup menghancurkan segel dewa dan tujuh segel tambahan yang kita pasang sendiri....」 (Dewi)

「Ini benar-benar masalah....」 (Dewi Perang)

「Aku tidak menyukai itu....」 (Dewi Bumi)

「Meskipun kita memasang segel dengan kekuatan penuh kita....」 (Dewi Laut)

「Mungkin mustahil dengan segelnya. Aku merasa bahwa kekuatan orang itu mulai lebih kuat daripada sebelumnya」 (Dewi)

「Bisa kita melakukan sesuatu soal penjaja itu dulu? Atau meminta Wazu-sama membereskannya untuk kita?」 (Dewi Bumi)

「Takkan membantu. Karena ini tinggal masalah waktu. Segel akan hancur akhirnya tidak peduli apa pun yang kini kita lakukan」 (Dewi Laut)

「Aku setuju. Kini, kita perlu mempertimbangkan tindakan yang harus kita ambil setelah orang itu hidup lagi」 (Dewi Perang)

「Kurasa juga begitu. Karena bahkan Wazu-san tidak akan sanggup menang dengan kondisinya saat ini, pertama-tama kita harus menemukan cara untuk berwujud di dunia....」 (Dewi)

「「「........」」」 (Bumi, Perang, Laut)

Keheningan berlalu untuk sebentar, dan kemudian Dewi menggumamkan kata-kata ini.

「Akan Tetapi, ketika gadis itu kembali.... Aku penasaran apakah dia juga akan jatuh cinta pada Wazu-san....」 (Dewi)

(T/N: wew, ada dewi lagi sodara-sodara 😂)

Ketiga pilar lain menanggapi komentar itu.

「Tidak, Tidak, itu mustahil tidak peduli apa pun itu, bukan?」 (Dewi Bumi)

「Itu benar, mustahil!!」 (Dewi Perang)

「Yeah, hal itu tidak mungkin terjadi....」 (Dewi Laut)

Semuanya memiliki ekspresi yang baik, tetapi itu tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya. Tidak ada yang dapat mengatakannya dengan percaya diri dan hanya mengalihkan mata dari yang lain.

「「「「........Tidak bisa dipungkiri!!」」」」

(T/N: lawan yang kuat!? 😋)

Sebuah jawaban spontan yang sependapat.

「Tapi tetap saja, Wazu-san akan memilihku!!」 (Dewi)

「Tidak, tapi aku. Wazu-sama pasti akan mencari tempat penyembuhan kepadaku!!」 (Dewi Bumi)

「Bukan, Bukan, pasti aku. Dia mencari seseorang yang bisa bertarung dengan setara, itulah diriku!!」 (Dewi Perang)

「Itu salah. Dia mencari seseorang yang akan menerima dia apa adanya seperti halnya lautan, pasti diriku!!」 (Dewi Laut)

Semua orang berdiri seraya menyebarkan percikan dari mata mereka. Kemudian, Dewi meletakkan tangannya yang terbuka di depan dan dengan lantang mendeklarasikan.

「Jika begitu, maka ini perang!!!!!」 (Dewi)





Dewi-dewi memasuki mode pertempuran. Cara menentukan kemenangan atau kekalahan diputuskan menggunakan permainan kartu Babanuki.

(T/N: lebih dikenal sebagai permainan kartu Old Maid. Tujuan dari permainan adalah untuk menghabiskan kartu ditangan dan menghindari memegang kartu queen (Perawan Tua) di akhir permainan.)

Duduk di semua sisi di sekitar meja, terdapat banyak kartu yang berpasangan di tengahnya. Tidak akan lama sampai pertempuran diselesaikan.

Karena Dewi Bumi dan Dewi Laut sudah menghabiskan kartu, sisanya hanya pertempuran antara Dewi Perang melawan Dewi.

Dewi Bumi dan Dewi Laut yang selesai dalam permainan itu, berdiri dari kursi mereka dan menonton kedua dewi yang berjuang dengan senyum cerah di wajah mereka.

「Semoga berhasil, kalian berdua~」 (Dewi Bumi)

「Fufu~.... betapa nikmat teh kemenangan ini....」 (Dewi Laut)

「「*gununu....*」」 (Dewi, Dewi Perang)

Dewi Bumi dan Dewi Laut dengan riang menikmati teh mereka sebagai pemenang.

Karena ditunjukan adegan seperti itu, Dewi dan Dewi Perang hanya bisa menggertakkan gigi mereka dengan jengkel. Tapi tetap saja, kedua dewi tersebut tidak pernah berpaling dari lawan mereka.

Jadi, oleh karena itu berikut, jumlah kartu yang tersisa adalah 2 di tangan Dewi dan 1 di tangan Dewi Perang.

Dewi perang membuat suara tegukan. Tangannya perlahan menggapai salah satu kartu di tangan Dewi, dia menggenggam kartu di sisi kiri dan menyeringai saat melihat reaksi Dewi.

「Aku mengerti kebiasaanmu. Ini adalah kartu yang benar, bukan?」 (Dewi Perang)

Itu cuma pura-pura.

Mengatakan kata-kata tersebut dia berupaya memperoleh jawaban yang benar dari reaksi Dewi. Itulah kenapa, Dewi Perang tidak pernah mengalihkan matanya dari Dewi. Tapi Dewi menatap kembali ke mata Dewi Perang dan tertawa terbahak-bahak.

「Pemikiran yang bodoh. Aku tidak punya kebiasaan seperti itu」 (Dewi)

「Pemikiran bodoh? Kau menyadarinya? Aku bilang apa adanya lo」 (Dewi Perang)

「Bodoh sekali.... aku bisa lihat kau berbohong」 (Dewi)

「........」 (Dewi Perang)

「Alasanku mencari tahu apakah kata-kata tersebut adalah kebohongan itu sederhana. Kurasa kau akan gugup ketika berbohong, karena ada keringat yang mengalir dari pipi kirimu」 (Dewi)

Bingung karena kata-kata ini, Dewi Perang melepaskan tangannya dari kartu dan bergegas menyentuh pipi kirinya. Tapi, tidak ada apa pun di sana.

「Fuh.... siapa si pembohong di sini?」 (Dewi Perang)

Dewi Perang merasa lega karena dia tidak berkeringat. Dia menjulurkan tangannya menuju kartu Dewi sekali lagi, tapi berhenti di tengah jalan. Itu karena Dewi menunjukkan senyum gembira kepadanya karena suatu hal.

「Fufufu..... kukuku..... hahahaha.....!! Apa kau mengigau? Bodoh sekali!! Apakah kepalamu itu terbuat dari otot? Bagian pentingnya bukanlah kau berkeringat atau tidak!! Tingkah lakumu barusan menunjukkan bahwa kata-kataku benar!! Tingkah lakumu adalah bukti bahwa kau telah berbohong!」 (Dewi)

Kata-kata terakhir dari Dewi membuat Dewi Perang akhirnya menyadari kesalahanya. Seperti yang Dewi bilang, tingkah lakunya memperlihatkan kebohongannya. Itu adalah perangkap yang dipasang oleh Dewi.

Dewi Perang tidak akan memeriksa pipi kirinya kalau dia berkata jujur. Tetapi bohong sehingga dia bergerak tanpa berpikir setelah mendengar kata-kata Dewi, karena menurutnya kebohongannya telah terungkap.

Namun, itu juga taruhan untuk Dewi. Dia meragukan dirinya sendiri apakah dia benar-benar memiliki kebiasaan seperti itu. Jantungnya berdenyut-denyut, tapi dia menang taruhan pada akhirnya.

Dia menang karena dia beruntung. Makanya, Dewi yakin dengan kemenangannya dan menyatakannya dengan percaya diri.

「Sekarang, tolong tarik kartunya!! Lalu kalahlah!!!」 (Dewi)

「Sial~~~!!!」 (Dewi Perang)

Dewi Perang menyadari kekalahan sendiri, dia menarik satu kartu dengan perasaan mengabaikan dirinya.

Gambar di kartu yang dia tarik sama dengan gambar di kartu ditangannya.

「Whoa, aku berhasil!!」 (Dewi Perang)

「Ma-Mana mungkin....!!!!」 (Dewi)

Dewi ambruk di tempat. Di sisi lain Dewi Perang, Dewi Bumi, dan Dewi Laut merayakan kemenangannya.

「Ini kemenangan kita!!」 (Dewi Bumi)

「Kita berhasil!!」 (Dewi Perang)

「Ini hasil yang alami」 (Dewi Laut)

Terlepas dari ketiga pilar dewi yang saling berbahagia karena kemenangan mereka, Dewi tertawa jahat ketika dia pulih dari posisi ambruknya.

「Fufufu....」 (Dewi)

「Oh? Apakah pecundang ingin mengatakan sesuatu?」 (Dewi Bumi)

「Oi-Oi, apakah anjing pecundang akan melolong sekarang?」 (Dewi Perang)

「Ini tidak sedap dipandang~」 (Dewi Laut)

「Begitu ya.... memang benar aku kalah di permainan ini....」 (Dewi)

「「「???」」」

Ketiga pilar tersebut memiringkan kepala mereka karena mereka tidak mengerti ucapan Dewi.

「Tentu.... seperti namanya, hilangkan "baba" dan yang tersisa hanyalah aku, seorang dara muda!!」 (Dewi)

(T/N: ババ抜き= Babanuki, bisa diterjemahkan secara litteral sebagai hilangkan wanita tua(old hag / baba) atau tanpa wanita tua))

「「「Kau!! Majulah, kita benar-benar akan berperang kali ini!!」」」

Dewi-dewi memulai lagi permainan yang dinamakan perang....



←PREV ||  || NEXT→