Membersihkan 1



Ada sesuatu yang mana terbang dengan kecepatan mengerikan, menuju diriku yang berupaya kembali ke tempat Sarona dan lainnya. Itu adalah Meru.

Meru tidak melambatkan kecepatannya. Dia langsung meluncur menuju wajahku sambil menghasilkan suara *wooosh*. Aku tidak bergerak seinci pun dan menerima dia karena itu adalah diriku. Tetapi biasanya, orang-orang akan dihempaskan setelah menerima tabrakan dengan kecepatan itu.

Aku mengarahkan mataku ke arah Meru yang mulai memanjat ke atas kepalaku tanpa memedulikan sekitarnya, dan langsung tidur secepat dia merasa nyaman.

Aku dengan lembut membelai Meru yang tidur di atas kepalaku. Yeah, aku tersembuhkan!!

Kelakuan Meru menenangkan diriku. Meskipun aku mengungkapkan amarah yang amat besar, ketika tak ada manusia yang dapat melakukan sesuatu akan hal itu, Meru bersarang di atas kepalaku seperti biasa. Dia tidak takut dengan diriku yang seperti itu.

Aku senang karena itu adalah Meru yang biasa. Aku dengan lembut membelai Meru sekali lagi sebelum menggeser pandanganku ke arah kelompok perempuan. Bagaimana keadaan mereka? Aku penasaran apakah mereka takut kepada diriku....

「Nggak adil!! Itu nggak adil!!」 (Sarona)

「Ciuman dari Wazu-san」 (Tata)

「Ane-sama, aku iri!!」 (Naminissa)

「...itu penuh dengan kasih sayang」 (Haosui)

「Argh!! Aku iri banget... I.R.I...!!!」 (Kagane)

「Eng...」 (Narellina)



...Narellina dikecam oleh anggota lainnya karena alasan tertentu. Narellina pun tidak tampak mengingat kejadian tak menyenangkan sebelumnya lagi.

Anggota lain yang melihat aku mendekat, langsung mendatangiku.

「Wazu-san! Aku juga... itu lo... c-c-ciuum!!」 (Sarona)

「Aku juga... kamu nggak bisa menciumku?」 (Tata)

「Wazu-sama!! Nggak adil mencium Ane-sama saja. Cium aku juga, dong!」 (Naminissa)

「...menerima semuanya kapan pun!」 (Haosui)

「Onii-chan!! Aku pengen yang panas, sini... cuppooo!!」 (Kagane)

「Aku juga... itu... sekali lagi ya...」 (Narellina)

Eh? Aku ingin tahu kenapa semuanya malah meminta ciuman? Habisnya, bukankah kalian takut padaku?

Yah, aku nggak musingin itu sih. Aku hanya agak terkejut dengan tingkah laku mereka yang tidak berubah. Meru baik, semuanya baik, mereka sih terlalu baik buat seseorang seperti diriku. Aku memeluk mereka semua dengan perasaan bahagia.

「「「「「「Salah, kami mintanya cium sekarang!!」」」」」」



Sekarang...? Kita punya perasaan bagus sekarang, jadi ayo kita akhiri itu dengan pelukan. Tidak bisakah kita mengakhirinya sekarang? Apa ini tidak cukup? Ini tidak cukup, ya? Coba kulihat...

「Hmm... itu benar! Lihat, Floyd sedang nonton. Ayo kita berciuman di kesempatan lain!」 (Wazu)

「Tidak, silahkan. Anggap saja saya sebagai kerikil di pinggir jalan, saya tidak keberatan!」 (Floyd)

「「「「「「Begitulah katanya, ayo kita ciuman!!」」」」」」

Sialan!! Floyd!! Kau menikmati ini, bukan? "Ayolah, jangan marah, mari kita jujur!" Floyd mengarahkan senyumannya padaku seolah mengatakan itu.

「...Apa ini? Sudah selesai? Meskipun aku bergegas ke tempat ini. Oh, apa aku mengganggu?」 (Grave)

Tidak tahu-menahu, Grave-san melontarkan kata-kata itu pada kami sambil berdiri di pintu masuk ruangan ini. Aku segera melepas tangan yang tengah memeluk semuanya.

Naisu!! Timingnya pas banget!! Grave-san gitu loh!! Sang pria yang bisa membaca suasana!!

「「「「「「...cih!」」」」」」

Hah? Barusan, sepertinya aku dengar decakan lidah dari dekat sini... pasti itu hanyalah halusinasi pendengaran saja. Habisnya, di dekatku... hanya ada anggota kelompok perempuan yang mengarahkan senyum sumringah padaku...

Yeah, aku yakin decakan lidah tadi hanyalah halusinasi pendengaran saja... aku pikir begitu... aku sih pengennya berpikir begitu...

Deizu masuk ke ruangan ini dari balik Grave-san ketika aku sedang memikirkan hal seperti itu.

Oh!! Aku ingat sekarang, aku kelupaan soal putrinya Deizu-san. Aku melihat-lihat ruangan ini sambil bertanya-tanya di mana dia berada. Aku menemukannya menyaksikan kami dari sudut ruangan. Dia tampaknya linglung karena berbagai peristiwa mendadak yang terjadi.

Aku memberi tahu lokasinya dengan sebuah isyarat kepada Deizu yang melihat ke sini. Deizu menggeser pandangannya menuju tempat itu, mengikuti isyaratku.

「Maorin!!」 (Deizu)

Deizu berteriak sambil meneteskan air mata setelah memastikan sosok dari putrinya. Putri Deizu-san bereaksi terhadap panggilan keras dan mengalihkan matanya ke arah suara tersebut. Air mata mengalir dari matanya ketika dia menangkap siluet dari ayahnya yang sedang mendekat.

「Papa!!」 (Maorin)

Deizu dan putrinya berlari pada saat yang sama, saling memeluk, untuk merayakan keselamatan masing-masing.

Yap. Adegan menyentuh reuni antara ayah dan putrinya. Aku bersyukur. Aku benar-benar bersyukur. Grave-san datang ke sini ketika Deizu dan putrinya sedang menikmati reuni mereka.

「Sepertinya semuanya berakhir tanpa masalah di sini. Yah, saat aku masuk ke sini udaranya terasa melegakan dan dari awal, aku sudah berpikir tidak ada masalah.」 (Grave)

Grave-san berbicara sambil memandang orang yang ngaku-ngaku jadi raja dunia.

「Jika kau di sini berarti kotanya sudah beres juga, 'kan?」 (Wazu)

「Yeah, Floyd sangat beratusias mengurus hal itu karena suatu alasan, juga tak ada masalah yang muncul dan semua berakhir dengan baik」 (Grave)

Floyd? Aku mengalihkan mataku padanya saat mendengar kata itu. Floyd membisu dengan senyum busuk biasanya. Oke, mari kita tinggalkan dia sendirian.

「Jadi, sekarang kita mau apa?」 (Grave)

「Hmm? Apa maksudmu?」 (Wazu)

「Masalahnya sudah selesai untuk sekarang, kita sudah menyelamatkan negara ini... Pertanyaannya adalah, apa yang akan terjadi mulai dari sekarang? Soalnya, tak ada keluarga kerajaan di negara ini...」 (Grave)

「Kau benar!」 (Wazu)

「Jika mereka yang bisa mengarahkan negara ini ke tempat yang lebih baik tidak berada di puncak, masalah yang sama akan terulang kembali...」 (Grave)

「Aku rasa begitu...」 (Wazu)

Aku menjawab dengan lembut sambil tersenyum kepada Grave-san. Dia yang melihat ekspresi wajahku, memberi senyum masam.

「Nak Wazu, entah kenapa aku merasakan perasaan buruk yang kuat...」 (Grave)

「Grave-san, kau terus berpergian, 'kan?」 (Wazu)

「Yeah, sudah kubilang 'kan kalau semua istriku di seluruh dunia.」 (Grave)

「Apakah kau pernah kepikiran mau mengumpulkan semua istrimu di suatu tempat dan hidup bersama?」 (Wazu)

「Tentu, kalau bisa... aku mau melakukannya...」 (Grave)

「Negara para beastman 'kan di sisi utara negara ini, kerajaan di timur, laut menghampar ke barat, tempat ini lokasinya 'nggak buruk, 'kan?」 (Wazu)

「Iya... benar...」 (Grave)

「Kau nggak kepikiran sudah waktunya punya momongan?」 (Wazu)

「Kurasa juga begitu...」 (Grave)

「Terlebih, kau bilang soal mengambil tanggung jawab saat kita memasuki negara ini, ingat?」 (Wazu)

Grave-san tampaknya sudah menyerah akan sesuatu setelah diberi tahu sebanyak itu. Dia mendongkak ke langit dan berpikir dalam-dalam.

「...singkatnya, nak Wazu menyuruhku untuk menjadi raja negara ini?」 (Grave)

「Kalau itu Grave-san, aku yakin kau bisa membuat negara yang bagus!」 (Wazu)

Aku jujur merasa seperti itu. Aku benar-benar berpikir Grave-san akan jadi raja yang baik.

Grave-san melihatku dengan tatapan kuat penuh tekat.

「Aku bilang akan mengambil tanggung jawab, memang. Tapi, aku tidak merasa layak untuk menjadi raja... Aku dengar sebuah cerita tentang seorang petualang yang menjadi raja di suatu tempat tapi... apa kau benar-benar berpikir aku bisa menjadi raja yang baik?」 (Grave)

「Tentu. Aku akan bekerja sama sebanyak mungkin」 (Wazu)

「Haah... kalau kau bilang begitu... Aku akan berusaha untuk menjadi raja yang baik untuk negara ini. Aku tidak bisa berpergian selamanya, Aku ingin meringankan istriku yang khawatir soal diriku ini」 (Grave)

Aku menunjukkan senyuman kepada Grave-san yang tampaknya jadi malu usai mengatakan itu.