TN: Saya kembali menggunakan komentar google, karena komentar disqus dirasa berat menurut saya (dari segi load halaman, biar paket data hemat :v).
selamat membaca :).
_______________

I Become Peerless After I Threw My Whole Paycheck At A Real-life Gacha Web Novel Bahasa Indonesia


←Bab Sebelumnya

Bab 2: Malapetaka

Episode 27 Batas Dari Skill Class

Aku berhasil memaksimalkan level dua Class Slate Magician dalam waktu seminggu. Seperti yang sudah dikira, Skill Class naik hingga S.

Setelah seminggu lain dan level dua Class Slate Magician menjadi maksimal, rank skillnya naik hingga SS. Dengan begini, aku yakin skillnya akan mencapai rank SSS.

Aku putuskan untuk leveling sisa 3 Class Slate Magician sampai max. Diperlukan waktu lebih dari 10 hari tetapi aku akhirnya berhasil menyelesaikannya. Statusku setelah memaksimalkan level dari 7 Class Slate Magician tampak seperti ini.

Magician Lv99

HP

766/766
MP ∞/∞
Strength 299
Defense 202
Magic Defense 525
Agility 241
Dextery 542
Wisdom 1040
Luck 306

[Skill Class]

Sorcery Rank SSS / Gelar: “Raja Penyihir”
Healing Rank C
Magic Combination Rank F

Sihir Yang Diperoleh: Sihir Angin (I) x 5 | Sihir Api (I) x 4 | Sihir Air (I) x 8 | Sihir Tanah (I) x5

Rank Sorceryku naik menjadi SSS! Dan juga suatu gelar menempel padanya, jadi sudah nggak bisa sangkal kalau SSS adalah batasnya.

‘Tapi, Raja Penyihir ya... kedengarannya mantap.’

Aku jadi penasaran, class mana yang aku pilih selanjutnya, tapi Raja Penyihir yang kedengarannya mantap membuatku ingin terus menaikkan rank Magic Combination, jadi aku putuskan untuk menjadi Great Magician lagi.

Aku mengeluarkan Class Slate Great Magician dan menekannya.

‘Saat aku selesai memaksimalkan level class ini, aku bakal pergi ke Tokyo. Soalnya, kayaknya keadaan di sana buruk sekali... pastinya ada banyak orang yang butuh pertolongan.’

Aku berlanjut memburu Undead untuk beberapa hari, namun belakangan ini, selain monster yang muncul dari Nagano, juga ada gelombang baru monster yang mulai melanda dari wilayah Kanto.

Selagi terbang dan mencari monster untuk diburu, salah satu tempat perlindungan diserang oleh gerombolan besar monster.

‘Itu pasti monster dari luar Nagano!’

Aku segera terbang ke sana.

◇◇◇◇◇◇◇◇

“Cuok! Musuhnya banyak banget... Tamatlah kita. Beberapa dari mereka berlari ke shelter!”

“Bawa anak-anak ke dalam! Jangan biarkan monster masuk!!”

Kami, Pasukan Bela Diri sedang putus asa berusaha menahan para monster, tetapi kami sedikit demi sedikit dipaksa mundur.

Terutama oleh monster yang besar. Tidak peduli berapa kali menembaki mereka, hasilnya sia-sia.

Tempat perlindungan ini pastinya sudah tamat... tidak dapat dipungkiri bahwa evakuasi adalah satu-satunya pilihan, tetapi masalahnya adalah bagaimana cara mengevakuasi semuanya.

Kalau itu hanya kami –Pasukan Bela Diri- maka masih ada jalan, tetapi jika itu orang lain maka lain lagi ceritanya. Dan bukan berarti kami bisa meninggalkan semuanya dan pergi begitu saja. Sebelum kami menyadarinya, kami sudah terpojok.

Dan itulah saat...

“BANNNNG!!”

Mendadak sebuah kendaraan muncul dan setelah melindas beberapa monster, kendaraan tersebut menuju ke tempat kami.

“Hei! Kasih aku pistol!!”

Si pria yang mengendarai mobil itu mengatakan sesuatu yang tak masuk akal.

“Nggak mungkinlah kami mau ngasih pistol ke rakyat sipil! Kau ini masih waras nggak!”

“Aku pensiunan SDF! Ini bukan waktunya ribut masalah itu. Aku ingin membantumu jadi beri aku pistol!!”

Apakah itu karena semangatnya atau yang lain, aku tidak tau, tetapi aku meraih sesuatu di sabukku dan memberinya pistol.

“Abaikan saja yang besar. Dia dikenal sebagai Pembunuh SDF! Kita ladeni yang kecil dulu dan hancurnya momen mereka!!”

Selagi bergerak mundur, kami fokus untuk mengincar monster type humanoid. Jika kami menembak mereka sampai 10 kali, maka mereka akan cepat tumbang, sehingga kami dapat mengurangi jumlah mereka.

◇◇◇

‘Cok, aku ini ngapain sih. Sakamoto minta aku datang ke sini buat nyari seorang Penyihir dan aku malah terjebak di sini ngebantu orang. Tapi bukan berarti aku bisa nyantai sambil liat anak-anak shelter diserang... nurutin permohonan Sakamoto sama perang di sini... aku sangat-sangat goblok kan. Aku bukan anggota Pasukan Bela Diri lagi. Aku cuma rakyat biasa. Walaupun aku kabur kayak yang lain nggak akan ada yang nyalahin aku, dan sekarang...’

Waktu aku kehabisan perulu, si monster besar berhasil mengejar kami dan menghentakkan kakinya yang setebal pohon itu. Tiga orang, termasuk aku, terpental jauh.

Si pria yang pingsan di sampingku adalah orang yang memberiku pistolnya.

Darah mencucur deras dari tubuhnya dan tidak ada tanda darahnya akan berhenti mengalir.

Aku bergegas mencoba untuk berdiri dan segera menjauh, namun kaki menolak untuk bergerak.

Ketika aku menengok ke bawah, aku melihat kalau di bawah lutut kananku sudah tidak ada apa-apa.

‘Jadi gitu ya... aku bakal mati di sini... maafin aku Sakamoto, kayaknya aku nggak bisa nepatin janji kita.’